Sabtu, 08 Desember 2012

Jurusan


Di usia yang sudah mencapai 17 tahun ini, kelas XII, mulailah terasa bagaimana bingungnya menghadapi hidup di masa depan. Mulai dari kuliah, memilih jurusan, hingga pekerjaan. Pekerjaan pun tidak hanya besar di gaji, tapi juga harus besar di manfaat. Punya pendapatan yang berlimpah tapi tidak bisa memanfaatkan untuk kebaikan sama saja dengan miskin. Bahkan lebih buruk lagi. Orang miskin bebas dari penggunaan harta untuk hal yang tidak berguna –karena memang mereka tidak punya harta. Nah, kalau orang berharta, tapi hanya untuk ingin dihargai, tidak pernah sedekah; sedekah pun hanya untuk dianggap pantas-pantas saja, ya malah akan menambah dosa.
Orang miskin –eh, bukan, maksud saya orang berkecukupan itu sebenarnya lebih menyenangkan daripada orang yang hartanya melimpah. Orang yang ‘cukup’ tidak khawatir memikirkan harta-hartanya mau disimpan bagaimana, mau dibagaimanakan atau takut dicuri; mereka akan lebih tenang. Hisab di akhirat pun akan lebih lancar dan lebih singkat. Orang kaya cenderung lebih memenuhi kebutuhan mereka sendiri daripada untuk berbagi. Paling tidak, harta yang digunakan untuk bersenang-senang orang ‘cukup’ lebih sedikit daripada yang kaya. Orang kaya lebih besar kemungkinannya menggunakan hartanya ke hal mudarat. Bukankah begitu? #kah
Sekarang, kurang dari 5 bulan menuju lulusan SMA. Jujur, saya pun masih galau memilih jurusan kuliah. Bagaimana nanti bekerjanya, apakah sering meninggalkan keluarga, dan berbagai pertanyaan kekhawatiran lainnya. Walaupun sebenarnya jika kita bertawakal, kita tak akan kebingungan. Sayangnya, saya masih belum cukup beriman. Nah! Itu dia. Saya baru sadar, apa yang saya galaukan selama ini, akan terpecahkan jika saya beriman. Percaya bahwa Allah Yang Maha Kuasa akan memberikan keputusan yang terbaik untuk saya.
Bagi kalian yang senasib, mari kita coba untuk merenung. Mencoba secara serius. Dengan ketenangan dalam berpikir, kita akan lebih realistis. Beriman adalah kuncinya. Mau dapat jurusan apapun, kuliah di manapun, kerja apapun, gaji berapapun, bukan masalah; yang penting tetap bersyukur. Yang penting, yang utama tidak terlupakan; semua ini untuk akhirat. Untuk menghindari neraka. Ibadah dan keluarga tidak boleh dikesampingkan. Buat apa kerja keras, banyak uang, tapi uang itu didapat dari korupsi. Apa puasnya punya uang dari korupsi?
Mudah-mudahan sampai mati kita tidak tergoda, mudah-mudahan kita tetap idealis, dan realistis. Buat apa kerja keras, banyak uang, tapi anak dan istri/suami kekurangan kasih sayang kita, kekurangan pendidikan moral yang akan sangat menentukan masa depan anak. Nah, kalau kekurangan pendidikan rohaninya (pendidikan karakter) nanti orang tua (kita) yang susah sendiri. Di masa depannya bisa saja dia berbuat jahat, sering membuat onar, masuk neraka. Itu berarti kita gagal mendidik keluarga, gagal menjauhkan keluarga dari api neraka. Tentu kita berdosa. Bisa saja kita masuk neraka. Cukuplah, jika diteruskan implikasinya tidak akan habis sebelum kiamat.
Tidak perlu kaya, yang penting kalau butuh apapun bisa dipenuhi. Tidak perlu mewah, yang penting fungsi utama terpenuhi. Anak dan istri/suami terurus; harmonis; keluarga bahagia; masuk surga.”

Protected by Copyscape Duplicate Content Finder

Tidak ada komentar:

Posting Komentar