Di
usia yang sudah mencapai 17 tahun ini, kelas XII, mulailah terasa
bagaimana bingungnya menghadapi hidup di masa depan. Mulai dari
kuliah, memilih jurusan, hingga pekerjaan. Pekerjaan pun tidak hanya
besar di gaji, tapi juga harus besar di manfaat. Punya pendapatan
yang berlimpah tapi tidak bisa memanfaatkan untuk kebaikan sama saja
dengan miskin. Bahkan lebih buruk lagi. Orang miskin bebas dari
penggunaan harta untuk hal yang tidak berguna –karena memang mereka
tidak punya harta. Nah, kalau orang berharta, tapi hanya untuk ingin
dihargai, tidak pernah sedekah; sedekah pun hanya untuk dianggap
pantas-pantas saja, ya malah akan menambah dosa.
Orang
miskin –eh, bukan, maksud saya orang berkecukupan itu sebenarnya
lebih menyenangkan daripada orang yang hartanya melimpah. Orang yang
‘cukup’ tidak khawatir memikirkan harta-hartanya mau disimpan
bagaimana, mau dibagaimanakan atau takut dicuri; mereka akan lebih
tenang. Hisab di akhirat pun akan lebih lancar dan lebih singkat.
Orang kaya cenderung lebih memenuhi kebutuhan mereka sendiri daripada
untuk berbagi. Paling tidak, harta yang digunakan untuk
bersenang-senang orang ‘cukup’ lebih sedikit daripada yang kaya.
Orang kaya lebih besar kemungkinannya menggunakan hartanya ke hal
mudarat. Bukankah begitu? #kah
Sekarang,
kurang dari 5 bulan menuju lulusan SMA. Jujur, saya pun masih galau
memilih jurusan kuliah. Bagaimana nanti bekerjanya, apakah sering
meninggalkan keluarga, dan berbagai pertanyaan kekhawatiran lainnya.
Walaupun sebenarnya jika kita bertawakal, kita tak akan kebingungan.
Sayangnya, saya masih belum cukup beriman. Nah! Itu dia. Saya baru
sadar, apa yang saya galaukan selama ini, akan terpecahkan jika saya
beriman. Percaya bahwa Allah Yang Maha Kuasa akan memberikan
keputusan yang terbaik untuk saya.
Bagi
kalian yang senasib, mari kita coba untuk merenung. Mencoba secara
serius. Dengan ketenangan dalam berpikir, kita akan lebih realistis.
Beriman adalah kuncinya. Mau dapat jurusan apapun, kuliah di manapun,
kerja apapun, gaji berapapun, bukan masalah; yang penting tetap
bersyukur. Yang penting, yang utama tidak terlupakan; semua ini untuk
akhirat. Untuk menghindari neraka. Ibadah dan keluarga tidak boleh
dikesampingkan. Buat apa kerja keras, banyak uang, tapi uang itu
didapat dari korupsi. Apa puasnya punya uang dari korupsi?
Mudah-mudahan
sampai mati kita tidak tergoda, mudah-mudahan kita tetap idealis, dan
realistis.
Buat apa kerja keras, banyak uang, tapi anak dan istri/suami
kekurangan kasih sayang kita, kekurangan pendidikan moral yang akan
sangat menentukan masa depan anak. Nah, kalau kekurangan pendidikan
rohaninya (pendidikan karakter) nanti orang tua (kita) yang susah
sendiri. Di masa depannya bisa saja dia berbuat jahat, sering membuat
onar, masuk neraka. Itu berarti kita gagal mendidik keluarga, gagal
menjauhkan keluarga dari api neraka. Tentu kita berdosa. Bisa saja
kita masuk neraka. Cukuplah, jika diteruskan implikasinya tidak akan
habis sebelum kiamat.
“Tidak
perlu kaya, yang penting kalau butuh apapun bisa dipenuhi. Tidak
perlu mewah, yang penting fungsi utama terpenuhi. Anak dan
istri/suami terurus; harmonis; keluarga bahagia; masuk surga.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar