Rabu, 15 Agustus 2012

Tidak Tahu: Dua Paragraf Singkat


Rabu, 15 Agustus 2012, selisih jauh dari (tanggal post terakhir, lupa). Biasa. Tak perlu dibahas.

Hari ini, kurang lebih 4 tahun kurang 30 hari semenjak bapak pergi dari kami; ibu tercinta, aku, dan adikku yang kusayangi –walaupun sedikit alay—. Bukan pergi selama tiga kali puasa atau lebaran, melainkan pergi dari dunia. Dan mungkin saja hari ini aku akan menyusulnya. Bahkan detik ini ketika aku duduk mengetik di depan laptop. Ketika lagu-lagu Ebiet mengalun pelan di sini. Terlalu dibuat mellow, sepertinya. Bisa saja. Teringat dulu. Melihatnya ketika beliau pergi –tak tega aku jika menggunakan kata meninggal—banyak sekali orang yang datang. Apakah banyak juga yang akan datang ta’ziah jika aku yang meninggal? Tidak tahu. Apakah aku juga akan dikenang? Tidak tahu. Apakah ada orang yang senang dengan kematianku? Apakah aku ditangisi? Apakah aku ditangisi karena kebaikanku? Atau malah hutangku? Apakah akan ada lelaki yang menangis sambil memeluk anakku seperti aku yang dipeluk lelaki saat bapak pergi? Tidak tahu. Tidak tahu. Tidak tahu. Semua tergantung apa yang kuperbuat saat ini, besok, dan seterusnya. Apakah aku menulis ini karena termotivasi kamu. Iya. #eh Apakah apa yang kita lakukan saat ini patut untuk dikenang orang lain, hanya kita yang bisa membuat itu patut atau tidak patut untuk dikenang orang lain.
Pada dasarnya, banyak orang yang tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Tapi kebanyakan terbawa emosi (dan lingkungan). Mungkin mereka sedang mendapat rezeki yang banyak dari Allah, sehingga mereka lupa mati. Mungkin kita juga kurang merenungi hidup. Kita di dunia ini untuk apa sih? Apa tujuan kita hidup? Kaya? Bersenang-senang? Masuk surga? Lalu apakah yang kita lakukan sudah sesuai tujuan? Atau malah melenceng jauh dari tujuan sehingga lebih mengarah ke larangan? Atau bahkan tidak tahu tujuan hidup kita? Mati saja. Sebaiknya kita lebih rajin merenung, bukan menyesali nasib tapi memikirkan betapa kita tergila-gila kehidupan dunia cuma karena nikmat sekejap. Mari belajar hidup. Hinaan, fitnah, biar. Sudahlah, biarkan reda di rongga dada. Diri sendiri juga belum tentu suci. Balaslah secara gagah, senyum, bukan balas menghina, memfitnah. Daripada mengomentari orang (nggosip), lebih baik mengomentari diri sendiri; apa yang kita tahu baik, paksa untuk dilakukan; yang buruk, paksa untuk tidak dilakukan. Cukup.

Protected by Copyscape Duplicate Content Finder


2 komentar: